Senin, 07 Maret 2016

kasus-kasus malpraktek dalam dunia kesehatan


  • Diduga-malpraktek-kepala-bayi-ini-putus-saat-dilahirkan
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Seorang ibu, Farida Hanum melahirkan dibantu DS, bidan Desa Aek Tarum, Bandar Pulau, Asahan, Minggu (10/1/2016) malam. Tapi dalam proses persalinan kepala bayi putus, dan badan bayi masih tertinggal di rahim. Berdasarkan informasi berkembang di Polres Asahan, usai melihat kepala bayi putus, bidan DS meletakkan kepala bayi di kamar. Setelah itu, dia melarikan Faridam Hanum ke Rumah Sakit Umum (RSU) Abdul Manan Simatupang. Namun, sebelum dilakukan operasi, badan bayi Farida Hanum sudah keluar dari rahim. Kini, Farida masih menjalani perawatan medis di rumah sakit untuk pemulihan pascamelahirkan.
Selain itu, keluarga Farida Hanum melaporkan dugaan malapraktik ke Polres Asahan. Hingga berita ini diturunkan penyidik masih memeriksa keterangan empat saksi. Adapun keempat saksi yang diperiksa adalah DS selaku bidan yang menolong proses persalinan, B (35) suami dari Farida, RS dan M tentangga Farida Hanum. Kapolres Asahan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Tata Dirsa Atmaja mengatakan penyidik masih melakukan pemeriksaan kepada DS terkait putusnya kepala bayi saat proses persalinan. “Mereka masih diperiksa, dan sampai saat ini keterangannya masih dikumpulkan," ujarnya saat dihubungi, Senin petang.

  • Bidan.Pustu.Diduga.Lakukan.Malpraktek
Bidan Pustu Diduga Lakukan Malpraktek
Palembang, CyberNews. Bidan Puskesmas Pembantu (Pustu) Kelurahan 5 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kota Palembang, Sumatra Selatan, Yt, diduga melakukan malpraktik sehingga mengakibatkan seorang bayi pasiennya meninggal dunia setelah diobati. Informasi dari Pustu itu, Jumat, menyebutkan, dugaan telah terjadi malpraktik dilakukan bidan Yt, karena setelah memberi obat pasiennya, Paris (3 bulan), justru mengalami kejang-kejang dan tubuhnya membiru.
Kondisi tersebut terjadi sekitar setengah jam, usai Paris diberi tiga macam obat oleh bidan tersebut. Kendati bayi itu sempat dibawa ke RSUD Bari Kota Palembang untuk mendapatkan pertolongan, namun tidak lama kemudian ia meninggal dunia. Orang tua bayi itu, Santi (45), membenarkan kejadian yang dialami anaknya tersebut. Namun menurut Kepada Dinas Kesehatan Kota Palembang, Gema Asiani, obat yang diberikan kepada Paris oleh bidan Yt sesuai standar.
Menurut Gema, dengan penyakit panas yang diderita pasien itu, bidan bersangkutan memberikan obat yang sesuai, yaitu pil CTM, Paracetamol, dan obat batuk warna merah. Belum diketahui kemungkinan kasus ini akan dituntut keluarga pasien atau tidak, sehingga dapat diproses lebih lanjut atau kedua orang tuanya telah menerima keadaan tersebut. Di Sumsel saat ini telah berjalan program pengobatan gratis, khususnya diperuntukkan bagi warga kurang mampu di daerah ini, sehingga mendorong optimalisasi fungsi puskesmas. 
  •  usai-persalinan-organ-wanita-robek
DUGAAN KASUS MALPRAKTEK BIDAN (Usai persalinan organ wanita robek) Kasus dugaan malpraktek kembali terjadi. Di Jember Jawa Timur, seorang ibu muda mengalami luka robek di bagian anusnya, hingga tidak bisa buang air. Diduga korban yang kini harus buang air besar melalui organ kewanitannya, disebabkan kelalaian bidan yang masih magang di puskesmas setempat menangani persalinannya. Kini kasus dugaan malpraktek ini ditangani Dinas Kesehatan Kota Jember.
Kasus dugaan malpraktek ini dialami Ika Agustinawati, warga Desa Semboro Kidul, Kecamatan Semboro, Jember. Ibu muda berusia 22 tahun ini, menjadi korban dugaan malpraktek, usai menjalani proses persalinan anak pertamanya, Irza Praditya Akbar, yang kini berusia 1 bulan. Diduga karena kecerobohan bidan yang masih magang saat menolong persalinannya di Puskesmas Tanggul, Ika mengalami luka robek di bagian organ vital hingga ke bagian anus. Akibatnya, selain terus-terusan mengalami kesakitan, sejak sebulan lalu korban terpaksa buang kotoran melalui alat kelaminnya. Saat menjalani proses persalinan 3 Februari lalu, korban dibantu oleh beberapa bidan magang, atas pengawasan bidan puskesmas. Namun, salah seorang bidan magang diduga melakukan kesalahan saat menggunting dinding kemaluan korban. Terkait kasus ini pihak Puskesmas Tanggul saat ini belum memberikan keterangan resmi. Namun, Kepala Dinas Kesehatan Kota Jember tengah menangani kasus ini. Jika terbukti terjadi malpraktek, Dinas Kesehatan berjanji akan menjatuhkan sanksi terhadap petugas persalinan tersebut, sesuai ketentuan yang berlaku. 
  • malpraktek-bidan-kasus.html  
Kasus Operasi Pembersihan Kandungan (Kuret) Ngatemi Dalam kasus (Kuret) Ngatemi ini, Abdul Mutalib (sebagai suami) karena merasa telah dirugikan, ia menggugat secara perdata terhadap suami-istri (dokter-bidan) dari Rumah Sakit Bersalin “Kartini" di Pengadilan Negeri Belawan.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxs-YajF0C7T2MIi2wtxqxFLy0DcMD2i2CzAfgy0nXpp_QzuBTjr2Z47_FL0wdtpxdg8eG8OlC5wAlBaqTYymOF5LhnlzIy0ALlwAozXASHmq9rHtDwqd0oyLyby7tgoP0gN6sZ-OvjAfe/s1600/int_11WK_01.jpg
Pengadilan Negeri Belawan, dengan Hakim: Panut Alflsah dalam kasus gugatan ini menjatuhkan vonis memenangkan gugatan Abdul Mutalib, sehingga suami-istri tergugat (dpkter-bidan) harus membayar ganti rugi. (Keputusan Pengadilan Negeri Belawan tertanggal 16Juli 1984). Namun demikian, rupanya kemenangan tidak selalu harus diikuti dengan kepuasan maupun keberuntungan, sebab walaupun vonis hakim mewajibkan suami-istri (tergugat) membayar sejumlah ganti rugi kepada penggugat (Abdul Mutalib) sampai kini entah karena apa Abdul Mutalib tidak pernah merasakan menerima ganti rugi uang yang dinanti-nantikan itu.
Peristiwa kuret Ngatemi, istri Abdul Mutalib, penduduk dari desa Batang Kilat Sungai Mati, Kecamatan Labuhan, Belawan, Sumatera Utara, yang mengalami operasi pembersihan kandungan akibat pengguguran pada umur 2 bulan (kuret) dilakukan di Rumah Sakit Bersalin "Kartini" pada bulan Maret 1983. Kronologis Peristiwa Kuret, dilakukan oleh seorang bidan, istri seorang dokter pada rumah Sakit tersebut. Rupanya kesalahan fatal telah terjadi pada waktu dilakukan kuret tersebut, yang menurut pengakuan Ngatemi, sang bidan telah menarik bagian dalam perutnya dengan paksa, entah apa yang ditarik, tentu saja Ngatemi tidak mengetahuinya. "Tarikan" itu baru dihentikan oleh sang bidan setelah dilarang oleh suaminya (dokter).
Melihat keadaan yang tidak semestinya itu, Abdul Mutalib dengan cepat bertindak untuk melarikan istrinya ke Rumah Sakit Kodam Bukit Barisan I. Di Rumah Sakit inilah akhirnya diketahui bahwa usus Ngatemi telah putus sepanjang 10 sentimeter dan kandungannya kedapatan "rusak", sehingga mengakibatkan saluran pembuangan Ngatemi terpaksa harus dipindahkan ke bagian perutnya. Dengan demikian, Ngatemi hingga sekarang apabila buang air besar melalui lubang buatan, dari perutnya.


  • Diduga Malpraktek, Rahmawati Meninggal Pascaoperasi

      Lhokseumawe | Harian Aceh—Delapan hari setelah menjalani operasi, Rahmawati, 31, warga Meunasah Panton, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, meninggal dunia, Rabu (28/7) sekitar pukul 07.00 WIB. Pihak keluarga almarhumah menduga telah terjadi malpraktek saat pasien dioperasi. Reza Angkasah, 30, adik sepupu Rahmawati kepada Harian Aceh di Lhokseumawe, Rabu (30/7), mengatakan kakak sepupunya itu meninggal dunia di Rumah Sakit Sakinah, Lhokseumawe, setelah mendapat perawatan medis selama 14 jam. “Kami membawa Kak Rahmawati ke RS Sakinah pada Selasa sekitar pukul 17.00 WIB, karena perutnya gembung, sangat keras. Tadi pagi (kemarin pagi—red) sekitar pukul 07.00 WIB, beliau meninggal dunia,” katanya.
Dia tidak mempermasalahkan penanganan medis di RS Sakinah. Tetapi, lanjut dia, perut Rahmawati gembung diduga akibat malpraktek di Rumah Sakit Bunda, Lhokseumawe, seusai menjalani operasi cecar untuk mengangkat bayi dalam kandungannya, 22 Juli lalu. “Awalnya, kakak sepupu saya itu ditangani bidan di desanya untuk melahirkan anaknya yang ketiga. Karena tidak berhasil, bidan membawanya ke RS Bunda,” kata Reja Angkasah.  Disebutkan, setelah diperiksa dokter spesialis bedah di RS Bunda, Rahmawati langsung dioperasi sehingga lahir bayi laki-laki dengan selamat. “Pasca-operasi, Kak Rahmawati  disuruh berpuasa selama dua hari. Pada hari ketiga, dari bekas luka operasi itu, keluar cairan mirip jus apel. Perut kakak sepupu saya itu pun gembung,” katanya. Selama enam hari menjalani perawatan, lanjut Reza, pihak RS Bunda menyatakan Rahmawati sudah diperbolehkan pulang. “Ternyata, perut Kak Rahmawati belum sembuh, malah semakin mengembung. Makanya kami membawanya berobat ke RS Sakinah. Kami menduga operasi yang dilakukan oleh dokter di RS Bunda telah terjadi kesalahan sehingga perut Kak Rahmawati gembung. Menjelang jenazahnya dimandikan, masih keluar cairan di bekas luka operasi,” kata dia.
Reza menyatakan pihaknya akan menempuh jalur hukum untuk menuntut dokter di RS Bunda yang diduga telah melakukan malpraktek saat Rahmawati menjalani operasi. “Pihak RS Bunda harus bertanggung jawab,” katanya. Sementara dr. Hanafiah yang melakukan operasi terhadap Rahmawati, saat ditemui di kediamannya, kemarin, membantah pihaknya malpraktek. Rahmawati, kata dia, dibawa oleh seorang bidan ke RS Bunda, 22 Juli lalu, karena persalinan tidak maju. “Tiba di rumah sakit pukul 12.40 WIB, kami operasi pukul 14.20 WIB, sehingga lahir bayi laki-laki dengan berat 4.200 gram,” kata Hanafiah, yang juga pemilik RS Bunda. Menurut Hanafiah, pada 24 Juli 2008, perut Rahmawati gembung. Saat ditanyakan kepada pasien, katanya, memiliki riwayat penyakit maag. Karena gembung, lanjutnya, pasien dikonsultasikan dengan dokter spesialis penyakit dalam. “Pasien dirawat oleh dokter spesialis penyakit dalam selama empat hari. Selama perawatan, pasien sudah bisa buang air besar dan buang angin, maagnya sudah berkurang,” kata dia.
Karena kondisi pasien sudah membaik, lanjut dia, makanya diperbolehkan pulang dengan anjuran berobat jalan. “Jadi, nggak ada masalah di bagian kita. Kalau memang sakitnya kambuh lagi, kenapa pasien dibawa oleh keluarganya ke RS lain, bukan kemari,” kata Hanafiah. “Kami siap melayani tuntutan keluarga almarhumah Rahmawati.”

  • pantat yeni membusuk setelah disuntik kb
(Pantat Yeni Membusuk Setelah Disuntik KB) Gara-hara disuntik KB, pantat Yeni Nurhayati (22), warga Desa/Kec. Sagalaherang, Subang, membusuk hingga mengeluarkan aroma tak sedap. Untuk menyembuhkan penyakitnya itu, Yeni terpaksa mengalami pengobatan rawat inap di RSUD Ciereng. Penyakit yang diderita Yeni diduga merupakan hasil malpraktik seorang bidan yang bertugas di Puskesmas Kecamatan Sagaleharang. "Bagian pantat yang kena jarum suntik menjadi busuk, berdarah dan bernanah," kata orang tua korban, Toto, di rumah sakit Ciereng, Jumat (1/4).
Menurut dia, luka yang diderita Yeni berawal ketika anaknya datang ke Puskesmas Sagalaherang untuk ber-KB. Saat itu Yeni dianjurkan memakai kontrasepsi suntik. Namun, beberapa hari setelah disuntik, pantat yang terkena suntikan menjadi luka dan lukanya terus melebar. Sayangnya, Toto tidak ingat nama bidan yang menyuntik anaknya tersebut. Setelah kejadian itu, lanjut Toto, bidan yang menyuntik Yeni tidak pernah masuk kerja lagi. Padahal, Toto sudah meminta pertanggungjawaban kepada pihak Puskesmas. "Tapi tak direspon sama sekali. Akhirnya kami bawa berobat ke rumah sakit dengan biaya sendiri," ujar Toto. Dalam kesempatan itu, Toto berharap ada perhatian dari pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Subang. Dia juga menginginkan agar Dinkes turun tangan untuk menyelesikan kasus dugaan malpraktik yang menimpa anaknya dan membiayai seluruh biaya rawat inap Yeni. Ketika hal itu dikonfirmasikan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, dr. Wawan Setiawan mengaku baru mendapatkan laporan lisan dari orang tua korban. Namun, Wawan berjanji akan menerjunkan tim investigasi ke Puskesmas Sagalaherang, Senin (4/4) mendatang. "Tim akan bekerja apakah terjadi malpraktik atau bukan," kata Wawan. Dikatakan, jika luka yang diderita Yeni benar-benar akibat malpraktik, maka bidan yang melakukannya pasti akan terkena sanksi kode etik kebidanan. Wawan juga berjanji akan mendanai seluruh biaya pengobatan dan biaya rawat inap selama Yeni dirawat di rumah sakit. "Kami akan bertanggung jawab penuh," kata dia.
7.        
  • pinggul-irt-infeksi-berdarah-diduga-malpraktek-bidan.html
(Pinggul IRT Infeksi Berdarah, Diduga Malpraktek Bidan) BATAM (HK) --Pasangan suami istri, Guniawan Butar-butar (25) dan Weni Perawati (25), warga yang berdomisili di perumahan Taman Viktoria Blok C2 nomor 17, Tanjung Riau, Sekupang mengaku kesal dengan ulah bidan DA yang diduga melakukan mal praktek, di tempatnya di Perumahan Taman Laguna Indah Blok B3 No 9, Sekupang.
Suami istri (Pasutri) yang punya 2 anak itu mengatakan saat itu mereka hendak melaksanakan program pemerintah seperti keluarga berencana (KB) melalui suntikan pada 20 Oktober 2013 silam. Lantaran harus rutin setiap 3 bulan sekali, pasutri ini pun selalu datang ke bidan tersebut untuk melakukan penyuntikan itu. Setelah berjalan beberapa bulan kemudian, korban pun malah mengalami sakit-sakitan. Lantaran, ditempat bekas suntikan korban mengalami pembengkakan dan bernanah dibagian pinggul kiri. "Awalnya kami berobat untuk buat KB pada (20/10/2013) lalu hingga (16/1/2014). Tak itu saja pada tanggal 10 April, dan terakhir tanggal 3 Juli kemarin. Malah bulan Juli itulah istri saya mengeluh kesakitan. Sampai saat ini tak ada tanggung jawab dari Bidan itu," kata suami dari Weni, Rabu (17/9) siang. 

  • alat-kontrasepsi-iud-tertinggal-dalam-kandungan

(Alat Kontrasepsi IUD Tertinggal dalam Kandungan) YOGYAKARTA-  Gundah, itulah yang dirasakan Rini Astuti (30), warga Sanggrahan Elor, Bendungan, Wates, Kulonprogo Yogyakarta. Sebab, alat kontrasepsi jenis IUD (Intra Uterine Device) masuk di dalam kandungannya yang kini sudah berjalan tujuh bulan. Atas kegelisahan itu, ibu dua anak ini mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Harapannya, dokter yang telah memasang alat tersebut bertanggunjawab terhadap apapun yang terjadi jika ada sesuatu pada jabang bayi yang dikandungnya. “Saya sudah tidak tahu ke mana lagi meminta bantuan, ini saya berharap LBH membantu saya bila terjadi apa-apa pada saya dan bayi  yang saya kandung ini nantinya,” jelasnya yang mengaku pasrah saat mengadu bersama suaminya, Supardi dan anaknya ke-duanya, Senin (10/10/2011). Rini menceritakan, pada 25 April  lalu di perkampungnya ada pertemuan kader PKK yang mensosialisaikan KB Gratis dari salah satu pasangan calon bupati. Selanjutnya, ia mendaftar dan mendapat blanko dari Bu Yani, petugas KB (PLKB) Kecamatan Wates. “Saat itu, saya sedang menyusui anak kami yang kedua. Jadi, saya ikut progam tersebut,” jelasnya. Satu hari berikutnya, 26 April, ia dan para pendaftar lainnya mendatangi Puskesmas Wates untuk pemasangan alat Kontrasepsi. Namun, setelah sampai di Puskesmas, pemasangan alat kontrasepsi dilakukan di rumah wakil Ketua DPRD Kulonprogo, Sudarto dari PDIP.

“Saya dan ibu-ibu lainnya dinaikan mobil menuju rumah Pak Darto untuk memasang alat kontrasepsi. Sebelum dipasang, saya sudah dites kehamilan sebanyak dua kali, hasilnya negatif. Selanjutnya, dipasang alat kontrasepsi itu,” jelasnya. Rini menambahkan, pemasangan alat kontrasepsi berbentuk T itu dilakukan oleh dr Bimo yang katanya dari RSUP Sardjito. Sebelum pemasangan, dr Hasto Wardoyo yang saat ini menjabat Bupati Kulonprogo memperkenalkan diri akan maju dalam mencalonan sebagai bupati Kulonprogo. Satu hari setelah pemasangan alat tersebut, lanjut Rini, dia merasakan kesakitan pada perutnya dan sesak nafas hingga lebih dari satu minggu. Ada keluhan itu kemudian ditanyakan bidan di Wates. Oleh bidan, hanya diberi vitamin-vitamin. Merasa ada yang janggal, satu bulan berikutnya, tepatnya tanggal 28 Mei, Rini membeli alat tes kehamilan di apotik. “Setelah saya tes, hasilnya positif hamil,” jelasnya.

Dengan hasil tes yang dilakukannya itu, dua hari berikutnya, tanggal 30 Mei, Rini memeriksakan ke Puskesmas Wates, namun oleh petugas Puskesmas dirujuk ke RSUD Wates.
“Saat itu saya tidak jadi memeriksakan ke RSUD Wates, tapi memeriksaan ke dr Sugeng. Dari pemeriksaan dr Sugen, saya sudah hamil 7 minggu. Artinya, saat pemasangan IUD saya sudah berjalan sekira 4 minggu. Dengan hasil ini saya meminta agar dr Sugeng mencabut IUD. Namun, dr Sugen tidak berani karena sudah berada dalam kandungan,” jelasnya.

Satu hari setelah pemeriksaan itu, tepat tertangal 31 Mei, Rini memutuskan pergi ke Kecamatan Wates untuk menemui Bu Yani petugas PLKB guna menanyakan masalah yang dialaminya. Namun, justru Rini yang disalahkan karena sudah dalam keadaan hamil tapi memasang alat kontrasepsi tersebut. “Bu Yani menyalahkan saya, trus saya disuruh menanggung sendiri,” sesalnya. Mendapatkan ketidakjelasan itu, Rini mencoba untuk menemui dr Hasto Wardoyo di tempat klinik rumah sakit bersalinnya di wilayah Sleman. “Tanggal 1, 2, dan 3 saya datangi dr Hasto, tapi tidak ketemu. Baru, tangal 4 Juni, saya bertemu beliau (dr Hasto Wardoyo),” jelasnya. Dalam pertemuan itu, Rini meminta pertolongan dr Hasto untuk melepas IUD yang berada di dalam kandungannya. Lagi-lagi, dr Hasto ini mengaku tidak bertanggungjawab, karena bukan dirinya yang memasang alat tersebut. “Itu bukan tangungjawab saya. Yang memasang kan dr Bimo, dia (dr Bima) dinasnya di RSUP Dr Sarjito Yogyakarta. Saya akan membantu, kalau melahirkan bisa di tempat saya. Soal biaya-pun akan dibahas nanti,” jelas Rini menirukan ucapan dr Hasto. Saat pulang dari dr Hasto, lanjut Rini, ia diberi uang Rp700 ribu sebagai ongkos pulang. Usai dari dr Hasto itu, semangat Rini untuk mengeluarkan alat kontrasepsi IUD dari kandungan sudah padam. Setelah itu, pemeriksaan kandungan pun hampir tidak pernah dilakukan hingga saat ini, karena terbentur biaya. “Terakhir saya memerikasan 12 Agustus di RS Islam di Purworejo, itu-pun ada teman saya yang memberi uang untuk pemeriksaan kandungan karena kasihan melihat saya,” akunya yang berharap anak ketiga yang masih berada dikandungan dalam keadaan sehat dan sempurna. Rini juga mengakui, hingga saat ini sering mengalami pendaraan yang keluar dari jalan lahir bayi. Bayi yang saat ini masih berada didalam kandungannya juga dirasakan sering bergerak-gerak. Pengaduan itu diterima oleh Samsudin Nurseha dan Johan Ramadhan, dari LBH Yogyakarta. Keduanya mengaku akan menindaklanjuti dengan meminta penjelasan terhadap beberapa pihak yang dianggap terlibat dalam pemasangan alat kontrasepsi ini.

  • seorang-warga-jombang-tewas-setelah-di-suntik-bidan

Description: Seorang Warga Jombang Tewas Setelah di Suntik Bidan   Seorang Warga Jombang Tewas Setelah di Suntik Bidan

Zainal Arifin, 38 tahun, warga Dusun Ngampungan, Desa Ngampungan, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur meninggal dunia usai meminum obat sakit kepala yang diberikan seorang bidan. ”Dia meninggal beberapa menit setelah meminum obat sakit kepala yang diberikan bidan,” kata Sekretaris Desa Ngampungan, Rohmatin Nikmah, Kamis (8/4).
Tetangga korban yang tidak mau disebut namanya menceritakan, kematian Zainul bermula saat dia mengeluh sakit kepala, Sabtu pekan lalu. Istrinya, Anik Zulaikah kemudian memanggil seorang bidan bernama Sutami. Setelah disuntik oleh bidan, kondisi lelaki tiga anak ini malah ngedrop. Tubuhnya gempalnya menggigil, dan dari mulutnya keluar cairan putih mirip busa. Bahkan, saat diketahui kondisi Zainal semakin drop, keluarganya melapor ke bidan. Anehnya, bidan malah menyarankan agar Zainal diberi cairan Alkohol. Sepuluh menit kemudian, dia diketahui meninggal. Rohmatin Nikmah membenarkan itu. Hingga berita ini diturunkan belum ada pihak keluarga yang bisa dikonfirmasi.  Kepala Desa setempat, Suherno mengatakan masih menyelesaikan kasus itu secara kekeluargaan. Bidan dan suaminya juga sudah dipanggil, dan rencananya, Zainul akan diberi santunan uang. ”Ini untuk meredam emosi warga,” ucapnya. Sementara itu bidan Sutami ketika dikonfirmasi melalui telepon selulernya tidak bersedia memberi keterangan. Dia hanya mengaku telah dipanggil Dinas Kesehatan kabupaten itu. ”Saya belum bisa komentar, saya sudah menjelaskanya kepada kepala dinas kesehatan,” akunya. Sementra itu, Sekretaris Dinas Kesehatan Jombang, Heri Wibowo mengatakan, bidan desa itu telah melakukan tindakan diluar kewenangan. Awalnya dinas mendapat laporan dari masyarakat tentang dugaan malpraktik yang dilakukan bidan Sutami. Aduan itu ditindak lanjuti dengan pemanggilan Sutami. ”Ada tindakan yang tidak boleh dilakukan bidan tapi dilanggar,” terangnya.
kasus-bidan-aborsi-polisi-akan-tes-dna

Description: Kasus Bidan Aborsi, Polisi Akan Tes DNAKasus Bidan Aborsi, Polisi Akan Tes DNA

POS KUPANG.COM, KUPANG - Dewi Bahren tersangka kasus aborsi bayi Siti Nuraini Nurdin alias Narsi langsung pingsan setelah ditahan selama satu jam di sel tahanan Polres Kupang Kota. Tersangka langsung dilarikan ke RS Bhayangkara guna mendapatkan perawatan medis. "Sampai saat ini tersangka masih di rawat di ruang ICU usai pingsan di sel tahanan. Tersangka diduga shock karena ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus aborsi," ungkap Kapolres Kupang Kota AKBP Budi Hermawan yang dikonfirmasi pos kupang melalui Kasat Reskrim AKP Didik Kurnianto di ruang kerjanya, Senin (25/1/2016). Terkait proses tes DNA, dikatakan Didik pinyidik Polres Kupang Kota saat ini tengah membuat surat permohonan guna melakukan tes DNA terhadap tulang yang ditemukan di belakang tempat praktek bidan Dewi Bahren.
Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

1 komentar:

  1. Saya juga memiliki kasus malpraktek bidan yg meninggalkan jarum (bearing)jahitnya di perineum, saat ini masih akan dilakukan pengambilan

    BalasHapus